Bahauddi Amyasi
Penggiat Tulis Menulis dan Menteri Pendidikan BEM F. Tarbiyah 2010
@Bahauddin_ID
Engkau pasti sulit menemukan
seseorang semacam dia. Da'i paling nyentrik se-Indonesia. Ia pernah jadi khotib
sidang Jum'at tanpa duduk di antara kedua sesi khotbahnya. Jika engkau suka
mengelompokkan karakter seseorang lewat fisiognomi, kesulitan itu akan tambah
membuatmu kebingungan: wajahnya bulat penuh dan "berwibawa", tubuhnya
tegap seperti Mahapatih Gajah Mada. Tapi jika keluwesan emosinya melanda, ia
bisa sentimentil melebihi gadis perawan saja. Hatinya benar-benar peka. Dan sekarang,
berkah keluwesannya, ia benar-benar menjadi Mahapatih bagi komunitasnya.
Dia sangat super serius dengan
profesinya, tapi lebih sangat amat super-duper serius lagi tentang
puisi-puisinya. Tiap malam ia menyelipkan sajak-sajak doa untuk istrinya. Kata
dia, itu isyarat kekekalan cinta. Maka, setelah lama menduda, ia sangat
selektif memilih perempuan untuk jadi pendamping sisa-sisa hidupnya.
Dari saking selektifnya, ia
bahkan menyeleksi status-status dan tag-tag dari siapa saja yang boleh
"nongkrong" di beranda fesbuknya. Menyortir kiriman-kiriman foto yang
berjubelan dari penggemar-penggemarnya, entah penggemar beneran, pengggemar
guyonan, mungkin juga penggemar suaranya, atau hanya penggemar jenggotnya yang
penuh karisma.
Soal jenggot, engkau pasti
menganggap statemennya sebagai lelucon. "Santai saja, ini bukan jenggot
ideologi, tapi hanya sekedar aksesori," serunya sambil mengelus jenggotnya
yang tak ada duanya di dunia. Dan, ia tak sedang mengarang cerita saat berkilah
bahwa berkat jengggotlah alur hidupnya bisa berubah. Ia diterima menjadi
penyiar di sebuah stasiun radio swasta milik para pengusung khilafah untuk
menggusur Indonesia raya. "Jenggot ideologi" menjadi salah satu
platform dan mode gerakan mereka.
Tak tanggung-tanggung. Ia dipercaya
untuk mengasuh acara "Jelajah Al-Quran", padahal dulu kitab itu
jarang disentuhnya, jarang dikajinya. Tapi rute hidup manusia tak bisa diterka.
Apa yang ditekuninya dulu, ketika mengejar almarhumah istrinya, dengan cara
mengiriminya bebait puisi, merekam suara cemprengnya dengan laptop bututnya,
sekarang malah megantarkannya menjadi penyiar ternama. Gus Aab pangggilan
udaranya. Engkau harus percaya itu bukan kebetulan belaka. Itu hasil jihad fi
sabilillah namanya.
Dibalik kekar tubuhnya yang kau
kira seperti instruktur fitness, ia tetaplah lelaki romantis, mungkin sedikit
melankoli, tapi sanggup mencintai istrinya sepenuh hati, sampai mati. Itu
kenapa ia bisa akrab dengan bebaris puisi. Bahkan mampu mengucurkan air mata
saat membaca kisah-kisah penuh haru yang mirip perjalanan hidupnya.
Saya yakin istrinya sedang damai
di sorga. Engkau pasti percaya. Dan tulisan ini tidak berpretensi apa-apa,
hanya sekedar karangan bunga atas ketabahan hatinya. Lelaki yang saya ceritakan
ini, engkau tahu, adalah sahabat sejati saya, yang dulu pernah tak menyapa saya
berbulan-bulan lamanya, hanya lantaran kedunguan buta, kesempitan rongga dada,
dan fanatisme tanpa makna, dalam memperjuangkan komunitas eks yang kebingungan
menentukan plot rangkaian perjalanan ceritanya.
Pada akhirnya, engkau harus yakin
bahwa coretan saya ini adalah lembar pertama untuk membuka kembali
cerita-cerita heroiknya saat mengejar cintanya, lalu menikahi perempuan yang
dicintainya, lalu sederet riwayat keluarganya, lalu suka-dukanya, lalu
tawa-tangisnya, dan lalu-lalu yang lainnya. Ia berjanji kepada saya untuk
megabadikannya dalam catatan kenangan penuh cinta.
Engkau, pembaca tulisan ini,
adalah saksi nyata, betapa ocehan tak berharga ini adalah ikrar saya dalam
membidani kelahiran ceritanya. Kita tunggu saja. BA
Tidak ada komentar:
Posting Komentar